Kenapa Komunikasi Itu Seni Yang Harus Dimiliki Pemimpin?

Ketika berbicara soal kepemimpinan, hal pertama yang melintas di benak saya adalah visi, kemampuan membuat keputusan, atau keberanian memimpin perubahan. Bagaimana menurutmu?

Namun, menurut saya ada satu hal yang sering kali dilupakan oleh seorang pemimpin, yaitu komunikasi.

Sebagai pemimpin, cara kita bertutur kata bukan hanya sekedar alat untuk menyampaikan arahan, tapi juga cerminan nilai kita sebagai seorang pemimpin. Lebih dari itu, komunikasi adalah perantara atau penghubung antara pemimpin dan tim, yang dapat membangun rasa percaya atau sebaliknya, justru menghancurkannya.

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi sedikit pandangan dan refleksi pribadi tentang seni komunikasi, khususnya bagaimana memilih kata yang tepat saat berhadapan dengan tim. Karena, sebagaimana saya pelajari dari pengalaman, cara kita menyampaikan sesuatu sama pentingnya dengan apa yang kita sampaikan.

Disini kamu sebagai pembaca boleh setuju atau tidak setuju sama sekali dengan yang saya tulis. Tentu ini hak kamu. Bukankah terlalu membuang waktu untuk kita mengurusi persepsi orang lain terhadap diri kita? Tentu saja kita tidak bisa berekspektasi orang lain akan selalu suka pada diri kita.

Dampak Kata-Kata yang Salah Pilih

Sebagai pemimpin, kita tidak hanya diingat karena keputusan besar yang kita buat, bukan juga dari seberapa besar penjualan yang telah kita hasilkan untuk perusahaan, namun juga oleh kata-kata kecil yang kita ucapkan dalam keseharian.

Misal, yuk sejenak kita bayangkan skenario ini:

Seorang karyawan dalam tim kamu sedang memberikan presentasi. Semuanya berjalan dengan lancar sampai pada satu bagian di mana ia menggunakan frasa yang menurut kamu kurang tepat. Alih-alih memberikan masukan secara pribadi setelah rapat, kamu langsung menyela di depan semua peserta dan berkata: "Kenapa pilih kata itu? Ini ga sesuai standar profesional kita!".

Kalimat tersebut, meskipun mungkin dimaksudkan sebagai masukan, akan terasa seperti "serangan personal", terlebih jika disampaikan di depan orang banyak. Lalu apa dampaknya?

  • Orang yang ditegur bisa merasa malu, tidak percaya diri, bahkan kehilangan semangat untuk berbicara di forum berikutnya.
  • Tim lain yang mendengar teguran ini bisa merasa takut untuk berbuat salah, sehingga mereka cenderung bermain aman dan menghindari inisiatif baru.
  • Suasana kerja menjadi penuh tekanan, karena setiap orang merasa kesalah kecil pun bisa dibesar-besarkan.
Ini adalah contoh nyata bagaimana komunikasi yang kurang tepat bisa mengurangi produktivitas dan merusak hubungan baik dalam tim. Selain itu, citra kita sebagai pimpinan pun akan luntur di mata orang lain.

Mengapa Menegur di Forum Umum Itu Berisiko?

Teguran yang disampaikan di depan umum, apalagi terkait hal yang sebenarnya kecil seperti pilihan kata atau frasa, sering kali lebih merusak daripada memperbaiki.

Kenapa? Karena:

  1. Merusak harga diri karyawan
    Saat seseorang ditegur di depan umum untuk hal sepele, rasa malu yang mereka rasakan tidak sebanding dengan manfaat dari teguran itu. Bukannya belajar dari kesalahan, mereka cenderung merasa tidak dihargai.

  2. Meciptakan ketakutan, bukan kepercayaan
    Jika pemimpin sering menyoroti hal kecil secara berlebihan di forum umum, anggota tim akan mulai menghindari berbicara atau mengambil risiko. Mereka takut menjadi "sasaran" berikutnya.

  3. Membuat tim lebih fokus pada kesalahan, bukan solusi
    Kritik terbuka yang tidak konstruktif membuat tim fokus pada apa yang salah daripada bagaimana memperbaikinya. Padahal, solusi adalah hal yang lebih penting untuk dibahas.

Bagaimana Cara Menegur yang Tepat?

Setelah melalui beberapa pengalaman yang saya lewati, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota tim, saya belajar bahwa cara terbaik untuk menyampaikan kritik adalah secara 1-on-1. Menurut saya, berikut adalah beberapa prinsip yang bisa diterapkan:

  1. Jangan bereaksi spontan di depan umum
    Jika kamu merasa ada hal yang kurang tepat saat presentasi atau diskusi, jangan langsung menyela. Tunggu hingga forum selesai dan diskusikan secara pribadi.

    Contoh:

    Dari pada kamu berkata: "Kok pilih kata ini? Kurang profesional. Harusnya lebih formal, dong!".
    Akan lebih baik jika kamu berkata: "Tadi presentasinya bagus, tapi ada satu bagian yang menurut saya bisa ditingkatkan. Boleh kita diskusi sebentar?"

  2. Fokus pada tujuan, bukan kesalahan
    Alih-alih memperbesar kesalahan, arahkan perhatian pada apa yang bisa diperbaiki untuk mencapai tujuan bersama.

    Contoh:

    Dari pada kamu berkata: "Cara kamu ngomong tadi ga sesuai standar, ya! Coba perbaiki deh.".
    Akan lebih baik jika kamu berkata: "Penyampaian tadi sudah jelas, tapi mungkin pilihan katanya bisa lebih relevan dengan audiens kita. Gimana menurut kamu kalau pakai istilah lain?"

  3. Berikan ruang untuk pendapat
    Jangan hanya menyampaikan masukan, tapi juga tanyakan pendapat mereka. Karyawan yang merasa didengarkan akan lebih termotivasi untuk memperbaiki diri.

    Contoh:

    "Menurut kamu apa yang bisa kita ubah agar penyampaiannya lebih efektif? Saya mau dengar pandangan kamu, dong."

Komunikasi Itu Investasi Jangka Panjang

Kata-kata, meskipun kecil, adalah investasi besar dalam membangun hubungan kerja yang sehat. Saya percaya, pemimpin yang berhasil adalah mereka yang mampu menyeimbangkan antara memberikan arahan dengan menjaga martabat orang lain.

Ketika kita memilih untuk menyampaikan kritik secara pribadi, memberi apresiasi sebelum masukan, dan mendengarkan sebelum berbicara, kita sedang membangun tim yang tidak hanya kompeten, tetapi juga penuh rasa percaya.

Karena pada akhirnya, kesuksesan kita sebagai pemimpin tidak hanya diukur dari apa yang kita capai, tetapi juga dari bagaimana kita membuat orang-orang di sekitar kita merasa nyaman.

Jadi, sebelum menyampaikan kritik, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah kata-kata saya akan membangun, atau justru malah meruntuhkan?"

Comments

Popular posts from this blog

Fasilitas BMDTP: Peluang Emas untuk Industri Lokal

Menggali HS Code: Resep Rahasia untuk Impor yang Sukses

KTP Burik: Dari Korupsi, Foto Jelek, Sampai Bahan Kartu yang Kacau